Mendidik Anak Dengan Penuh Kasih Sayang Tanpa Kekerasan
Anak adalah aset terbesar suatu bangsa, mendidik anak saat ini adalah menyiapkan pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Mendidik buah hati hari ini berarti kita sedang menyiapkan generasi keturunan pelanjut di masa akan datang. Nah, apalagi jika berbicara tentang perjuangan Islam maka pendidikan kita saat ini sangat menentukan perjalanan dakwah di masa yang akan datang.
Merekalah penerus dakwah yang akan melanjutkan Dienul Islam ke jagad raya ini. Dan mereka menjadi harapan masa depan akhirat orangtuanya kelak jika mereka menjadi anak yang sholeh. Tentu saja kita ingin meninggalkan anak-anak yang kuat dan berkualitas bukan anak-anak yang lemah, seperti yang diperingatkan Allah dalam Al-Qur’an.
Artinya : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” ( QS. An-Nisa : 9)
Anak-anak yang terdidik dengan baik akan menjadi manusia yang berkualitas secara intelektual, spiritual dan jasmaninya. Kasih sayang dalam mendidik seringkali disalah artikan oleh para orangtua. Ada orangtua yang beranggapan bahwa mendidik anak tidak boleh dengan kekerasan lalu segala yang diinginkan anak dipenuhi tanpa adanya pembelajaran proses pada anak. Sebagai orangtua tentu menginginkan anaknya bisa merasakan kebahagiaan di dunia ini dan tidak mau kelak anaknya hidup menderita. Namun salah dalam memberikan kasih sayang justru membuat karakter anak menjadi manja, keras kepala dan tidak mandiri tentunya.
Terlalu keras dalam mendidik anak juga tidak dianjurkan, karena anak akan semakin sulit diatur bahkan berbalik untuk sengaja melakukan hal-hal yang tidak disukai orangtuanya. Selain itu, agama kita juga tidak mengajarkan kekerasan, serta melarang orangtua berbuat kasar dan keras kepada anaknya.
Meskipun memukul yang tidak sampai menyakitkan masih dianggap berada dalam batas normal, dan karenanya boleh dijadikan alternatif hukuman. Misalnya, ketika anak berusia 7 tahun, maka orangtua harus mengajarkan dan membiasakannya shalat. Jika sudah 10 tahun dan Si Anak masih enggan melaksanakan shalat, maka orangtua boleh menghukum dengan cara memukul yang tidak menyakitkan atau melukai.
Lalu bagaimana agar mendidik anak efektif?
Pertama, Lebih dahulu dan lebih banyak memberikan reward (hadiah) daripada punishment (hukuman).
Kebanyakan orangtua mendidik putra-putrinya dengan cara memberikan hukuman kepada anak ketika melakukan kesalahan. Padahal, seharusnya ketika anak melakukan kesalahan diberikan arahan, bimbingan dan ditunjukan kesalahannya tanpa harus diberikan punishment.
Dan sebaliknya ketika anak melakukan perbuatan baik atau berprestasi tidak diberikan apresiasi atau reward dari orangtuanya. Sebaiknya orangtua selalu memberikan reward kepada anak daripada memberikan hukuman. Sehingga anak akan merasa dihargai dan berusaha menjaga hal baik yang telah dilakukan. Hadiah yang diberikan kepada anak seharusnya melihat proses bukan dari hasil.
Cara Allah mendidik juga dengan mempermudah memberi pahala dan mempersulit memberi dosa. Setiap niatan yang baik akan tercatat pahala meskipun belum teramalkan dan niatan buruk tidak akan terhitung dosa kecuali telah dilakukan.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya : “Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat(balasan)nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS. Az-Zalzalah : 7-8)
Kedua, Menghukum dengan secukupnya.
Orangtua yang baik adalah orangtua yang bisa memahami sifat dan karakter anak-anaknya. Setiap anak telahir dengan sifat dan karakter yang berbeda sekalipun dilahirkan dalam keadaan kembar. Orangtua perlu memahami bahwa setiap anak pasti melakukan kekhilafan atau kesalahan yang dilakukannya. Untuk itu orangtua tidak boleh menghukum anak secara berlebihan.
Artinya : “Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka), maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. At-Thaghabun : 14-15)
Ajak anak berbicara tentang apa yang orang tua inginkan dan buat kesepakatan hukuman yang akan diberikan bila anak melakukan kesalahan, sehingga tingkatan hukuman yang diberikan sesuai dengan kesalahan yang dibuat.
Selain itu bercanda dengan anak juga diperlukan, meskipun tidak berlebihan dan tidak melalaikan dari mengingat Allah.
Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an Surah Al-Munafiqun : 9 yang artinya :“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang merugi.”
Hukuman yang diberikan kepada anak hanya akan efektif jika didahului dengan keakraban, hingga anak memahami meski dia dihukum tetapi mereka merasakan kasih sayang kita kepadanya, dengan demikian hukuman tersebut tidak akan meninggalkan rasa dendam ataupun amarah di hati anak.
Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Orang yang tidak Penyayang tidak akan disayangi.” (Riwayat Ahmad).
Anak-anak yang lahir adalah amanah yang dititipkan kepada kita sekaligus sebagai penyejuk mata (qurota a’yun). Sebagai amanah kita wajib menjaganya, kita yang bertanggung jawab dalam pendidikannya, sehingga di tangan kita pulalah mereka akan terbentuk, apakah mereka menjadi manusia yang kuat, beriman, berilmu dan pemakmur dunia, atau bahkan terkait dengan keselamatannya di akhirat. Subhanallah, sungguh besar tanggung jawab orang tua. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita untuk melakukan tugas mulia ini. Aamiin.[]
Oleh: Ustadz Sarifudin,S.Sos.I.
(Musyrif SMP IT Usamah Boarding School)